Selasa, 23 Juni 2009

Artikel Kimia Analisis

Menjadikan ikan berfluoresensi untuk pendeteksian merkuri

face_00015

Ilmuwan di Korea Selatan telah mengembangkan sebuah penyelidik (probe) baru untuk logam merkuri yang bisa digunakan untuk pencitraan organ-organ makhluk hidup.

Merkuri merupakan salah satu polutan yang sangat toksik dan umum ditemui. Tetapi meskipun beberapa penyelidik fluoresensi telah ada untuk logam merkuri namun kebanyakan hanya mendeteksi bentuk anorganik dari logam ini; ada beberapa laporan tentang penyelidik untuk spesies merkuri organik seperti metilmerkuri. Meskipun demikian, unsur ini umum ditemukan dalam bentuk organik, yang lebih toksik dibanding merkuri anorganik karena lipofilisitasnya memungkinkan mereka melintasi membran-membran biologis. Konsekuensinya, cara-cara baru untuk mendeteksi spesies-spesies merkuri ini, khususnya pada organisme, sangat penting.

Sekarang, Kyo Han Ahn dari Pohang University of Science and Technology, Injae Shin dari Yonsei University dan rekan-rekannya telah memenuhi permintaan ini. Mereka telah mengembangkan penyelidik sederhana yang bereaksi baik dengan merkuri organik maupun anorganik menghasilkan sebuah produk fluoresen. Mereka telah menggunakan penyelidik (probe) ini untuk memantau spesies merkuri pada sel-sel mamalia dan organ-organ ikan zebra yang diinkubasi dengan merkuri organik.

body_00015

Penyelidik (probe) yang dikembangkan Ahn dan Shin bereaksi dengan merkuri untuk melepaskan suatu senyawa fluroesen

Meskipun penyelidik-penyelidik sebelumnya untuk merkuri anorganik menggunakan ligan-ligan yang berbasis sulfur, pendekatan Ahn dan Shin memanfaatkan kimia yang berbeda, seperti dijelaskan oleh Amirla de Silva, seorang ahli di bidang sensor fluoresen di Queen’s University, Belfast, Inggris. “Ahn dan rekan-rekannya terinspirasi dari bidang reaksi oksimerkuri. Ini merupakan sebuah kemajuan konseptual yang menarik.” De Silva menambahkan bahwa karena reaksi antara penyelidik (probe) dan merkuri berlangsung ireversibel, maka penyelidik tersebut pada dasarnya adalah sebuah kemodosimeter - atau reagen - bukan sebuah sensor. “Meskipun demikian, sebuah kemodesimeter untuk metilmerkuri merupakan sebuah tahapan penting dalam memungkinkan pemantauan racun yang berbahaya ini.”

Ahn sepakat dan mengatakan penyelidik tersebut dapat menjadi bagian penelitian keracunan merkuri. “Sekarang kita sudah memiliki penyelidik molekuler yang bisa digunakan untuk meneliti dan menelusuri metilmerkuri toksik pada spesies hidup. Dengan menggunakan penyelidik ini, kita bisa meneliti distribusi dan perjalanan metilmerkuri dalam organisme,” paparnya.

Tahapan selanjutnya adalah membuat penyelidik yang lebih sensitif. “Salah satu isu yang paling menantang dalam pendeteksian merkuri adalah bagaimana membedakan merkuri anorganik dari metilmerkuri,” kata Ahn. “Kami belum sampai pada penyelidik seperti itu tetapi kami sedang berupaya keras untuk menemukannya suatu hari nanti.”

“Hidung” elektronik bisa membantu memahami cara kerja indera penciuman

face_00006

Peneliti di Korea telah menggabungkan reseptor-reseptor penciuman manusia dengan nanoteknologi untuk membuat sebuah “hidung bio-elektronik” jenis baru yang mereka harapkan dapat membantu meningkatkan pemahaman tentang indera penciuman manusia.

Tai Hyun Park dan Jyongsik Jang dari Seoul National University menggabungkan keahlian tim peneliti mereka di bidang bioteknologi dan peranti polimer penghantar, dengan menempelkan protein-protein reseptor penciuman (hOR) pada tabung-nano polimer penghantar. Mereka kemudian melekatkan tabung-tabung nano ini ke sebuah array mikroelektroda untuk membuat transistor efek-medan, yang kemudian memungkinkan perubahan sinyal listrik yang terjadi ketika molekul-molekul bau terikat ke protein reseptor yang akan dideteksi.

Park mengatakan sistem ini bisa mendeteksi bau sangat baik. “Protein tersebut memiliki gugus-gugus amina pada permukaannya dan polimer-polimer penghantar difungsikan dengan asam karboksilat, sehingga kami bisa mengikat protein ke tabung-nano secara kovalen dengan sebuah ikatan peptida,” paparnya. “Ikatan kovalen ini berarti bahwa apabila molekul target terikat ke reseptor, sinyal akan ditransfer sangat efektif ke tabung-nano.”

Reseptor yang digunakan pada piranti ini diketahui sangat baik dalam mengikat amil butirat, sebuah ester dengan aroma buah nanas atau buah aprikot yagn digunakan sebagai aditif makanan. Tim ini menemukan bahwa mereka bisa dengan mudah mendeteksi konsentrasi amil butirat yang sangat rendah (femtomolar), tetapi ester-ester terkait (butil- dan heksil-butirat) yang berbeda satu atom karbon dengan senyawa target, tidak menghasilkan respons pada konsentrasi 10 milyar kali lebih tinggi.

“Sensitifitas dan selektifitas peranti ini sangat baik,” komentar Park, “yang menandakan bahwa protein masih berfungsi baik dan tidak dipengaruhi total dengan melekat ke tabung-nano. Kami belum mengetahui pengaruh apa yang dimiliki oleh pengikatan tersebut terhadap pembentukan protein, tetapi kami bisa memahami bahwa pengikatan itu masih berfungsi!”

Walaupun peranti ini memiliki pengaplikasian yang jelas dalam mendeteksi molekul-molekul spesifik, Park menjelaskan bahwa mereka ingin menggunakannya untuk memahami secara lebih baik bagaimana indera penciuman manusia bekerja: “Terdapat sekitar 370 hingga 380 reseptor-reseptor olfaktory berbeda, tetapi banyak diantaranya yang tidak selektif untuk senyawa-senyawa tunggal dan kita tidak tahu apa target dari beberapa diantaranya. Kami ingin mengklonkan berbagai reseptor berbeda dan menempatkannya pada peranti-peranti seperti ini, dan kemudian membuat peranti-peranti dengan kombinasi reseptor-reseptor berbeda, untuk mencoba dan mendeteksi bau-bau yang lebih kompleks dan memahami bagaimana kami membedakannya.”

body_00006

Reseptor penciuman manusia dilekatkan ke sebuah tabung-nano polimer penghantar yang diletakkan pada dua elektroda.

Jasmina Vidic, dari National Institute of Agricultural Research di Jouy-en-Josas, Perancis, meneliti piranti-piranti hidung bio-elektronik yang melibatkan protein-protein reseptor yang diletakkan dalam dwi-lapis lipid mirip membran sel. “Ini merupakan pertama kalinya saya melihat polimer-polimer penghantar digunakan untuk mengimobilisasi reseptor-reseptor penciuman,” komentar Vidic, “dan karena polimer-polimer ini berikatan kovalen dengan ikatan-ikatan amida mereka sangat stabil. Fakta bahwa polimer-polimer ini bisa secara selektif mendeteksi ligan target berarti bahwa reseptor-reseptor kemungkinan masih dalam bentuk yang baik setelah melekat ke peranti tersebut, yang mana sangat menjanjikan.

Validasi Metode Analisis

validasi-analisis

Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Validasi biasanya diperuntukkan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan. Sedangkan untuk metode yang memang telah tersedia dan baku (misal dari AOAC, ASTM, dan lainnya), namun metode tersebut baru pertama kali akan digunakan di laboratorium tertentu, biasanya tidak perlu dilakukan validasi, namun hanya verifikasi. Tahapan verifikasi mirip dengan validasi hanya saja parameter yang dilakukan tidak selengkap validasi.

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

1. Accuracy (Kecermatan)

Accuracy adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Accuracy dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Accuracy dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method).

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam plasebo (semua campuran reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Recovery dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi.

Dalam metode adisi (penambahan baku), sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa (pure analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan).

Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko tidak diperlukan lagi. Metode ini tidak dapat digunakan jika penambahan analit dapat mengganggu pengukuran, misalnya analit yang ditambahkan menyebabkan kekurangan pereaksi, mengubah pH atau kapasitas dapar, dll.

Dalam kedua metode tersebut, recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery adalah tidak boleh lebih dari 5%.

2. Precision (keseksamaan)

Precision adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen.

Presicion diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Precision dapat dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan) atau reproducibility (ketertiruan).

Repeatability adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh

analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Repeatability dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal.

Reproducibility adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama. Reproducibility dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda.

Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai bahwa koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis.

Ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif antara laboratorium adalah sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar part per bilion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari 2%.

Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit enam replika sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya keseksamaan

ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus disiapkan sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil degradasi terhadap keseksamaan ini.

3. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan.

Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi.

Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya. Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi, analisis kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry. Derajat kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas. Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs).

4. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.

Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.

Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya.

Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50 – 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko.

Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bX. Hubungan linier yang r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur

5. Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quatification)

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan

Q = (k x Sb)/Sl

Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx)

Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x.)

a. Batas deteksi (LoD)
Karena k = 3, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:

LoD = (3 Sy/x)/ Sl

b. Batas kuantitasi (LoQ)
Karena k = 10, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:

LoQ = (10 Sy/x)/Sl

Cara lain untuk menentukan batas deteksi dan kuantitasi adalah melalui penentuan rasio S/N (signal to noise ratio). Nilai simpangan baku blanko ditentukan dengan cara menghitung tinggi derau pada pengukuran blanko sebanyak 20 kali pada titik analit memberikan respon. Simpangan baku blanko juga dihitung dari tinggi derau puncak ke puncak, jika diambil dari tinggi puncak derau atas dan bawah (Np-p) maka s0 = Np-p/5 sedangkan kalau dari puncak derau bawah saja (puncak negatif) maka s0 = Np/2, selanjutnya perhitungan seperti tersebut di atas.

6. Ketangguhan metode (ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis.

Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis beningan suatu lot sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama.

Derajat ketertiruan hasil uji kemudian ditentukan sebagai fungsi dari variabel penentuan. Ketertiruan dapat dibandingkan terhadap keseksamaan penentuan di bawah kondisi normal untuk mendapatkan ukuran ketangguhan metode. Perhitungannya dilakukan secara statistik menggunakan ANOVA pada kajian kolaboratif yang disusun oleh Youden dan Stainer.

7. Kekuatan (Robustness)

Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan prosedur HPLC dapat mencakup (tapi tidak dibatasi) perubahan komposisi organik fase gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2 unit), dan perubahan temperatur kolom (± 2 - 3° C).

Perubahan lainnya dapat dilakukan bila sesuai dengan laboratorium. Identifikasi sekurang-kurangnya 3 faktor analisis yang dapat mempengaruhi hasil bila diganti atau diubah. Faktor risinal ini dapat diidentifikasi sebagai A, B, dan C. Perubahan nilai faktor-faktor ini dapat diidentifikasi dengan a, b, dan c. Lakukan analisis pada kondisi yang telah disebutkan pada pemeriksaan ketangguhan.

Nilai Penetapan faktor eksperimental
#1 #2 #3 #4
A atau a A A a a
B atau b B b B b
C atau c C c c C

Untuk menentukan efek perubahan A, banding rata-rata hasil (#1 + #2)/2 dengan (#3 + 4)/2, Untuk efek perubahan B, bandingkan (#1 + #3)/2 dengan (#2 +#4)/2 dan seterusnya.

Meng-Close Up Molekul

Dengan mengurung sebuah molekul organik berukuran kecil didalam sebuah karbon nanotube para peneliti di Jepang dengan menggunakan mikroskop elektron (TEM) telah berhasil mengamati pergerakan molekul dalam resolusi mendekati skala atomik.

close-up-molekul

Gambar TEM (atas) dan model molekul (bawah) menunjukkan konformasi dari carborane memperlihatkan dua rantai alkil didalam karbon nanotube. Atom boron berwarna merah jambu, hidrohen putih, karbon abu- abu. Sumber: Kazutomo Suenaga, Hiroyuki Isobe, and Eiichi Nakamura

“Yang kami lakukan seperti menjebak kumbang didalam botol kaca untuk melihat bagaimana sayapnya bergerak” kata Eiichi Nakamura, seorang professor kimia di Universitas Tokyo yang memimpin tim penemu. Didalam kondisi kedap udara, molekul kecil cenderung untuk bergerak sangat cepat tetapi dengan menjebak mereka kedalam sebuah nanotube akan memperlambat gerakan mereka sehingga dapat diamati.

Nakamura dan timnya mempelajari beberapa molekul termasuk ortho-carborane yang memiliki dua rantai alkil bersebelahan dengan jumlah karbon 22. Mereka menguapkan molekul organik tersebut dan membiarkan mereka mendifusi kedalam nanotube dalam kondisi kedap udara. Dengan meradiasi nanotube dengan electron dalam interval 2 detik, para peneliti berhasil menangkap pergerakan molekul dalam rekaman video. Rekaman ini mengungkap pergerakan molekul sepanjang nanotube sekaligus mengalami perubahan konformasi. Dalam rekaman terlihat sesekali ekor dari rantai alkil menempel beberapa saat pada dinding karbon nanotube. “Anda juga akan bisa mengamati pemanjangan dari ekor alkil tersebut” kata Roald Hoffmann dari Universitas Cornell.

“Ini adalah visualisasi langsung yang paling berhasil dari pergerakan molekul didalam sebuah tabung nano” kata Hoffmann lebih lanjut dan memuji langkah ini sebagai langkah yang sangat cerdas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar